Dukungan Warga Terkait Museum Tani Jawa Semakin Berkurang, Ada Apa?



BANTUL - Museum Tani Jawa yang terletak Dusun Candran, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul saat ini dikabarkan minim dukungan warga sekitar. Salah satu penyebabnya di antaranya masalah pembagian upah yang kurang adil bagi warga sekitar. 

"Dulu katanya satu pedukuhan yang ikut, sekarang sudah berkurang. Ada yang pro dan kontra terkait adanya museum itu. Mungkin masalah upah bagi warga yang membantu. Karena itu (upah) merupakan masalah yang penting. Mungkin juga yang kontra itu kagok (ngambek) atau bagaimana, saya juga kurang begitu paham," ujar Kindarto, Warga RT 03 Dusun Candran.

Dia memberi masukan, agar keuntungan dari tamu yang datang bisa dibagi sesuai banyaknya tamu yang datang kepada khususnya yang membantu. Dia memperkirakan, saat ini tamunya kurang banyak sehingga penghasilannya pun sedikit. 

Biasanya, warga yang datang membantu yang dapat imbalan. Kalau yang tidak ikut membantu, maka tidak mendapatkan apa-apa. 

Kindarto menerangkan, sepengetahuan dirinya, pendapatan dari Museum, khususnya kalau ada tamu, dibagi ke pengelola museum dan warga sekitar. Akhir-akhir ini pengunjung memang agak sepi, dirinya tidak tahu penyebabnya apa. 



Lain halnya Nur, warga yang rumahnya dekat dengan museum, ia mengaku mayoritas warga sekitar mendukung kegiatan museum tersebut. 

"Mayoritas mendukung warga sini. Soalnya kalau ada tamu, dekat-dekatnya diberdayakan untuk menyambut. Kalau ada tourist nanti diajak muter desa. Sepeda dan becak pun disediakan," ujarnya. 

Kalau ada penurunan dukungan warga terhadap museum, dirinya tidak mengetahuinya. Menurutnya, mayoritas warga RT semua mendukung, karena kalau ada tamu datang, mayoritas ikut membantu. 

Penjaga Museum Tani Jawa, Wintolo mengarakan, museum tersebut resmi dibuka untuk umum sekitar 2007. Awalnya, banyak warga setempat yang ikut gotong royong dalam segala kegiatan yang diadakan di museum Itu, namun saat ini tidak sebanyak dahulu yang membantu. 

"Dulu awal-awal, satu RT yang jumlahnya 57 KK (kepala keluarga membantu dan gotong royong ikut dalam semua kegiatan museum. Namun lama kelamaan, berkurang yang membantu, soalnya kan sering gotong royong tapi merasa enggak dapat apa-apa," ucapnya beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, sebagian warga merasa bosan, soalnya pendapatannya per harinya tidak bisa mencukupi keluarga. Saat ini, lanjut dia, sekitar 14 kepala keluarga yang masih bertahan untuk membantu setiap ada tamu dan acara di museum. Akan tetapi, bila ada tamu penting datang ke museum, masyarat sekitar semua siap membantu. 

Museum yang berada di dekat sawah ini tiketnya masih sukarela kalau hanya mengunjungi museum saja. Namun, kalau sekaligus ikut paket wisata ada harga paketannya sesuai pilihan wisatawan.

Museum ini diinisisai sekaligus diketuai oleh Kristya Bintara. Dia juga pemilik awal tanah museum tersebut, namun sekarang tanahnya sudah dikasih atau diwakafkan ke Yayasan Museum Tani Jawa tersebut. Museum ini normal bukanya hari senin hingga sabtu, dari pukul 8 pagi hingga 3 sore. 



Di sana setidaknya ada empat gedung. Pertama gedung untuk kantor yang di belakngnya terdapat dapur, kemudian di samping kanannya ruang koleksi, di samping kanan kantor, ruang untuk pertemuan seperti aula, dan kamar mandi dua pintu yang terletak di depan ruang koleksi. 

"Di sini yang dipamerkan peralatan tani tradisional di wilayah ini. Di sini kan dulu mayoritas warganya adalah petani. Kemudian alat-alat pertanian tradisional dari masyarakat yang tidak terpakai dikumpulkan di sini untuk dipamerkan," pungkas Wintolo. 

Posting Komentar

0 Komentar